asap rokokmu sudah berhenti aku hirup sayang,tak lagi sesak diparuku
ketika ku duduk bersamamu, berhenti pula aku mengaduk kopi pahit tanpa gula. Candumu
berhenti sayang, tapi kecanduanku membutuhkanmu sulit aku hentikan. Lelaki seperti
ini rupanya, lelaki yang ditakdirkan Allah untuk aku cintai. Berwatak keras, tapi seperti batu dalam aliran sungai pelangi
dan aku nikmati walau terkadang aku terjatuh dalam keras kerikilnya.
Aku menulis tanpa kau sebagai
inspirasiku, sama saja dengan kopimu yang pahit. Terkadang aku tertawa sendiri
di ruangan kita, kamar yang selalu menjadi tempat peristirahatan dari
kelelahan, dari pertengkaran, di kamar ini kita berbaikan dan shalat berjamaah
bukan. tapi aku kasihan pada pintu kamar ini, terkadang kau membantingnya
terlalu keras jika marah, tapi aku senang jika kau membukanya kembali dengan
ramah, memeluku yang tak mengubah posisi tubuhku, sayang minta maaf lah pada
pintu!! Hehe…